SUMENEP | NALARPOS.ID — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Trunojoyo menegaskan bahwa peristiwa gempa bumi yang mengguncang Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep, tidak berkaitan dengan aktivitas pengeboran minyak dan gas bumi (Migas).
Pernyataan ini disampaikan menyusul munculnya berbagai spekulasi di masyarakat yang mengaitkan gempa tersebut dengan aktivitas industri migas di sekitar perairan Sumenep.
Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Trunojoyo, Ari Widjajanto, menuturkan bahwa energi yang dihasilkan dari kegiatan pengeboran migas tidak cukup besar untuk menyebabkan gempa bumi tektonik.
“Energi yang dihasilkan dari aktivitas pengeboran tidak sebanding dengan energi pergeseran lempeng tektonik. Jadi, tidak ada hubungan antara gempa Pulau Sapudi dengan aktivitas pengeboran migas,” tegas Ari Widjajanto, Rabu (15/10/2025).
BMKG menjelaskan, gempa bumi di Pulau Sapudi disebabkan oleh aktivitas sesar aktif yang memang berada di kawasan tersebut. Pulau Sapudi dan perairan sekitarnya diketahui memiliki potensi kegempaan yang tinggi akibat pergerakan lempeng mikro di bawah Laut Jawa bagian timur.
Sementara itu, dilansir dari kabareskrim.net, aktivitas pengeboran migas secara ilmiah tidak dapat menimbulkan gempa bumi baru. Namun, dalam kondisi tertentu, aktivitas manusia di bawah permukaan bumi dapat memicu pergeseran kecil pada patahan yang sudah aktif sebelumnya.
Peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Danny Hilman Natawidjaja, menjelaskan bahwa perubahan tekanan akibat pengeboran atau injeksi fluida berpotensi mengubah keseimbangan tekanan di lapisan batuan bawah tanah.
“Proses pengeboran atau injeksi fluida dapat mengubah tekanan di lapisan batuan. Bila dilakukan di wilayah yang sudah menyimpan energi besar, perubahan itu bisa mempercepat pelepasan energi dalam bentuk gempa berskala kecil,” terang Dr. Danny Hilman.
Namun demikian, Dr. Danny menegaskan bahwa peristiwa gempa bumi besar umumnya disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik alamiah, bukan aktivitas manusia.
“Berdasarkan analisis ilmiah, aktivitas pengeboran migas tidak menjadi penyebab utama gempa, tetapi dalam beberapa kasus bisa mempercepat proses pelepasan energi di patahan yang memang sudah aktif,” tambahnya.
BMKG dan BRIN sepakat bahwa fenomena gempa bumi merupakan proses geologi alami yang tidak dapat dihindari. Meski begitu, manusia dapat memperkecil risiko bencana dengan memahami potensi kegempaan dan memperkuat sistem mitigasi di daerah rawan.
Menurut catatan BMKG, wilayah Sumenep, terutama Pulau Sapudi dan sekitarnya, telah mengalami aktivitas gempa sejak ratusan tahun silam. Bahkan, catatan sejarah menunjukkan bahwa gempa di kawasan tersebut sudah terjadi sejak era kolonial Belanda pada awal 1800-an.
Pulau Sapudi berada di jalur sesar aktif yang membentang dari Laut Madura hingga Laut Bali. Pergeseran kecil di sepanjang sesar ini dapat menimbulkan getaran gempa dengan magnitudo menengah, seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.
BMKG mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya pada informasi yang belum terverifikasi, terutama yang mengaitkan gempa dengan aktivitas industri migas.
“Kami berharap masyarakat tetap tenang dan selalu mengacu pada informasi resmi dari BMKG. Semua aktivitas seismik di wilayah Sumenep terus kami pantau secara intensif,” ujar Ari Widjajanto.
Selain pemantauan, BMKG juga terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan lembaga terkait untuk memperkuat sistem peringatan dini bencana di kawasan kepulauan. Edukasi kebencanaan kepada masyarakat pun menjadi bagian penting dalam upaya meminimalkan dampak gempa di masa mendatang.
Penulis : Rif