Di Antara Rokok, Ketoprak, dan Framing: Sumenep Perlu Kedamaian

Sabtu, 26 Juli 2025 - 15:20 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto. Ilustrasi

Foto. Ilustrasi

OPINI | NALARPOS.ID Perusahaan Rokok (PR) di Kabupaten Sumenep seolah tidak pernah mendapatkan ruang bernapas yang lega. Di tengah upaya mereka menjaga keberlangsungan usaha dan menyerap tenaga kerja lokal, eksistensinya justru terus-menerus diganggu.

Selalu ada saja pihak yang mengusik. Jika bukan karena pemberitaan miring soal dugaan rokok ilegal, maka isu jual beli pita cukai menjadi senjata baru yang terus diarahkan.

Fenomena ini tidak serta-merta terjadi karena perusahaan-perusahaan tersebut benar-benar melanggar hukum. Namun, situasi ini lebih mencerminkan realitas sosial dan psikologis masyarakat Madura, khususnya Sumenep, yang kerap dilingkupi oleh semangat “Mare Tak Mare” satu idiom khas yang menggambarkan perilaku iri hati atau ketidakterimaan atas keberhasilan orang lain.

Mentalitas ini menjalar ke banyak sektor, termasuk dalam dunia usaha. Alih-alih bersaing secara sehat atau menjadikan kesuksesan orang lain sebagai motivasi, sebagian pihak justru merasa perlu menjatuhkan.

Perusahaan Rokok, sebagai sektor usaha yang cukup besar dan terlihat mencolok, menjadi sasaran empuk. Mereka diintai, diframing, bahkan dilaporkan hanya karena ada oknum yang tak senang melihat keberhasilannya.

Hal inilah yang melatarbelakangi didirikannya sejumlah paguyuban antar pengusaha rokok di Sumenep. Secara umum, paguyuban tersebut dibentuk bukan untuk menutupi pelanggaran hukum, melainkan sebagai tameng atas stigma yang terus menempel.

Mereka berupaya melawan framing negatif yang tak kunjung reda. Tujuannya jelas: memberi ruang bagi pengusaha rokok untuk bekerja dengan tenang dan tidak dihantui oleh tuduhan-tuduhan tanpa dasar yang berulang kali muncul di media sosial maupun berita lokal.

Namun sayangnya, keberadaan paguyuban pun tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah. Justru, setiap ada upaya untuk membela diri, framing baru muncul: seolah mereka menutup-nutupi sesuatu.

Padahal dalam banyak kasus, tuduhan itu muncul bukan karena pelanggaran nyata, melainkan akibat sikap oportunis dan iri hati dari oknum-oknum tertentu yang memiliki kepentingan politik maupun ekonomi.

Ironisnya, budaya masyarakat yang semestinya menjadi penyejuk, justru mengingatkan kita pada dunia kesenian ketoprak — kesenian khas Madura yang masih eksis di Sumenep.

Beberapa grup seperti Rukun Famili, Rukun Karya, Ria Kemala, hingga Rukun Pewaras masih menjadi hiburan favorit masyarakat. Dalam banyak lakon ketoprak, ada karakter-karakter penuh intrik, drama, dan konflik yang mencerminkan realita sosial.

Begitu pula yang terjadi pada dunia usaha rokok di Sumenep: penuh drama, saling jegal, dan tidak pernah benar-benar damai.

Para pengusaha rokok lokal seolah hidup dalam lakon ketoprak yang tidak pernah selesai. Mereka adalah tokoh utama yang terus dikejar oleh fitnah dan jebakan.

Ketika satu isu mereda, muncul isu lain yang menyusul. Padahal, di balik semua itu, banyak perusahaan rokok lokal di Sumenep telah memberikan kontribusi besar terhadap ekonomi masyarakat sekitar.

Mereka membuka lapangan kerja, mendukung UMKM lokal, hingga menyerap ribuan tenaga kerja lintas desa.

Sayangnya, kontribusi tersebut seringkali tertutup oleh berita-berita negatif yang kerap muncul di media. Seringkali, laporan-laporan yang naik ke permukaan berasal dari sumber yang tidak jelas, data yang tidak valid, atau justru murni hasil reka narasi untuk menjatuhkan.

Inilah yang membuat banyak pengusaha rokok di Sumenep tidak bisa tidur nyenyak. Mereka merasa selalu diawasi, dicurigai, dan siap dijadikan tumbal setiap kali ada gejolak politik atau ekonomi di tingkat lokal.

Perlu disadari bahwa sektor rokok di Sumenep tidak mungkin berjalan sendirian. Mereka diawasi oleh banyak lembaga, mulai dari Bea Cukai, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, hingga Kepolisian.

Jika memang ada pelanggaran, sudah semestinya penegakan hukum dilakukan. Namun, jika tidak ada pelanggaran, maka framing publik yang negatif harus dilawan.

Ini bukan sekadar soal membela pengusaha, melainkan menjaga keadilan sosial agar tidak dikendalikan oleh hasutan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Dalam konteks ini, masyarakat dan media lokal seharusnya lebih bijak dalam menanggapi isu. Jangan sampai kita menjadi bagian dari lingkaran framing yang justru memperkeruh suasana.

Pengusaha rokok bukan malaikat, namun bukan juga penjahat. Mereka hanyalah pelaku usaha yang berjuang bertahan dalam iklim usaha yang semakin tidak menentu  ditambah tekanan sosial yang sangat berat.

Kita boleh mengkritik, namun dengan data dan fakta. Kita boleh bersuara, namun harus objektif.

Ketoprak boleh menjadi hiburan, tapi jangan sampai masyarakat berubah menjadi aktor dalam panggung sandiwara yang menjadikan sesama warga sebagai korban.

Akhir kata, Sumenep sebagai kabupaten yang kaya budaya dan tradisi seharusnya menjadi teladan dalam menjaga keseimbangan antara pengawasan dan perlindungan terhadap pelaku usaha lokal.

Mari belajar dari lakon ketoprak, bahwa setiap konflik akan berakhir jika tokoh-tokohnya mau berdamai dan bersatu.

Penulis : Redaksi, Yang Tidak suci tapi mensucikan Diri dari Sifat Iri – Dengki

Facebook Comments Box

Penulis : Redaksi

Follow WhatsApp Channel nalarpos.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Diduga Disokong Tokoh Berpengaruh, Rokok Humer Ilegal Tak Tersentuh Hukum
Festival Tao Toba Jou Jou Tahun 2025 Dukung Akselerasi Pengembangan UMKM dan Pariwisata Sumatera Utara
Bupati Sumenep: Temuan ALARM Akan Kami Teruskan ke Bea Cukai
Gedung Megah Ditinggal, APBD Digarap di Hotel: Demokrasi Terluka Rakyat Bertanya
Shibori Bukan Batik, Lalu Budaya Siapa yang Sedang Dijaga?
Bangun Branding dan Citra Positif Melalui KataKitaUntag: Ketika Kata Jadi Kekuatan
Calon Sekda: Birokrasi? Penjual Regulasi?
OPINI : Fauzi As, Drama Migas di Ujung Madura
Berita ini 39 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 2 Agustus 2025 - 07:18 WIB

Diduga Disokong Tokoh Berpengaruh, Rokok Humer Ilegal Tak Tersentuh Hukum

Sabtu, 26 Juli 2025 - 15:20 WIB

Di Antara Rokok, Ketoprak, dan Framing: Sumenep Perlu Kedamaian

Jumat, 25 Juli 2025 - 21:07 WIB

Festival Tao Toba Jou Jou Tahun 2025 Dukung Akselerasi Pengembangan UMKM dan Pariwisata Sumatera Utara

Sabtu, 19 Juli 2025 - 10:09 WIB

Bupati Sumenep: Temuan ALARM Akan Kami Teruskan ke Bea Cukai

Minggu, 13 Juli 2025 - 21:15 WIB

Gedung Megah Ditinggal, APBD Digarap di Hotel: Demokrasi Terluka Rakyat Bertanya

Berita Terbaru