SUMSEL | NALARPOS.ID — Polemik proyek pembangunan terminal batu bara di Stasiun Kramasan, Sumatera Selatan, memicu sorotan tajam dari berbagai pihak. Proyek yang melibatkan PT KAI Logistik dan PT Sentosa Laju Sejahtera (SLS) ini dinilai menyimpan banyak kejanggalan, terutama terkait transparansi dan akuntabilitas pengelolaan aset milik negara.
Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, dengan tegas meminta Kejaksaan Agung untuk turun tangan menyelidiki dugaan penyimpangan dalam pemanfaatan aset negara oleh PT KAI (Persero) melalui anak usahanya, KAI Logistik.
“Perjanjian kerja sama antara KAI Logistik dan SLS memang baru diteken pada 13 Maret 2024. Namun, term sheet sudah lebih dulu ditandatangani pada 14 Juli 2023. Yang menjadi pertanyaan besar: kenapa proses pemilihan mitra dilakukan secara diam-diam, tanpa tender terbuka? Ini menimbulkan kecurigaan,” ujar Uchok, Rabu (4/6/2025), dikutip dari zonasatunews.com.
Lebih lanjut, Uchok menyoroti rekam jejak SLS yang disebut-sebut tidak transparan. Perusahaan ini didirikan oleh Tan Paulin pada 2021—figur yang pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 29 Agustus 2024.
“Bagaimana mungkin BUMN seperti KAI Logistik bisa bermitra dengan perusahaan yang pendirinya pernah terseret kasus hukum? Ini harus ditelusuri,” tegas Uchok.
Ia juga mendesak Kejaksaan Agung untuk memanggil pihak-pihak terkait, mulai dari Komisaris Utama SLS Irwantono Sentosa, Direktur SLS Dian Sanjaya, hingga jajaran direksi KAI Logistik.
Pernyataan senada disampaikan pengamat intelijen Sri Radjasa Chandra. Ia mempertanyakan integritas mitra proyek strategis ini, mengingat nama Tan Paulin kerap dikaitkan dengan kasus gratifikasi dan pencucian uang yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
“Proses penunjukan SLS harus dijelaskan. Jika lewat tender, siapa peserta lainnya? Jika penunjukan langsung, apa dasar hukumnya? Transparansi adalah kunci,” tegas Sri Radjasa.
Baik CBA maupun Sri Radjasa mendesak Kejagung untuk segera mengambil langkah hukum. Mereka menilai ada potensi praktik kolusi dan penyalahgunaan aset negara untuk kepentingan segelintir pihak.
“KAI Logistik tidak boleh menjadi tempat praktik gelap. Jika tak ada yang disembunyikan, buka semua proses ke publik. Tapi jika ditemukan pelanggaran, Kejaksaan harus bertindak cepat,” pungkas Uchok.